Manusia akan hidup dalam kebaikan selama rasa malu masih
terpelihara, sebagaimana dahan akan tetap segar selama masih terbungkus
kulitnya. Secara kodrat, kaum wanita sangat beruntung dianugrahi fitrah
penciptaannya dengan rasa malu yang lebih dominan dibandingkan dengan pria. Namun,
ironisnya, kini banyak sekali wanita yang justru merasa malu mempunyai sifat
malu dan berusaha mencampakan jauh-jauh sifat mulia dan terpuji itu. Sehingga, terlalu banyak kita
jumpai saat ini kaum wanita yang lebih tidak tau malu daripada laki-laki.
1.
Malu adalah iman
Lunturnya sifat malu dalam masyarakat merupakan salah satu
parameter degradasi iman. Sebab, rasa malu akan segera menyingkir dengan
sendirinya tatkala iman sudah terkikis. Sebagaimana sabda Rasululloh
Shallallaahu alaihi wa sallam, yang artinya: “malu dan iman saling berpasangan.
Bila salah satu hilang maka yang lain akan hilang”(HR: Hakim dalam kitab
Al-Mustadrak, ia berkata hadist ini shahih dengan syarat Bukhari Muslim dan
Dzahabi menyepakatinya).
Rasulullah SAW, pernah melewati laki-laki Anshar yang
mencela sifat malu saudaranya. Maka Rasulalloh Shollallaahu alaihi wa sallam,
yang artinya: “tinggalkan dia, sesungguhnya malu itu sebagian daripada iman”
dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Rasulalloh Shallallohu Aalaihi wa Sallam
bersabda: “iman itu ada tujuh puluh bagian. Yang paling tinggi adalah kalimat ‘La
ilaha illallah’ yang yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dijalan. Dan malu
adalah bagian daripada iman.”(HR:Bukhari).
2.
Malu, Kunci segala kebaikan
Malu merupakan penghalang seseorang untuk melakukan
perbuatan dosa. Hasrat seseorang untuk melakukan dosa berbandingterbalik dengan
rasa malu yang dimilikinya.
Abu Hatim berkata: :Bila manusia terbiasa malu, maka
terdapat pada dirinya faktor-faktor kebaikan. Sebaliknya orang yang tidak tau
malu dan terbiasa berbicara kotor maka pada dirinya tidak aka nada faktor-faktor
yang mendorong pada kebaikan, yang ada hanya kejahata.”
Mepunyai sifat malu bukan berarti menjadikan kita rendah
diri, minder atau tidak pede. Apalagi gara-gara ketidakpedean itu kita jadi
urung melakukan kebaikan, amal shalih dan menuntut ilmu. Jika hal itu terjadi
pada diri kita, cobalah kita berintropeksi diri, apakah sebenarnya malu yang
kita rasakan itu karna Allah SWT atau karena manusia.misalnya saja kita malu
memakai jilbab yang Syar’I, malu menunjukan jati diri sebagai seorang pria
muslim atau malu pergi ke majelis Ta’lim. Apakah malu yang demikian karna Allah
SWT atau hanya rasa malu, ketakutan dan kecemasan kepada selain-Nya? Padahal malu
kepada Allah lah yang harus kita utamakan. Bukankah Allah lah yang berhak kita
malui??
Sumber :
Buletin Jum'at Masjid Arrafah
No comments:
Post a Comment