Model statistik terbaru menunjukkan bahwa perbedaan evolusi manusia dari simpanse mungkin terjadi sekitar 8 juta tahun yang lalu, bukan 5 juta tahun berdasarkan perkiraan yang diterima secara luas oleh para ilmuwan.
Revisi estimasi saat spesies manusia berpisah dari kerabat terdekat primatanya, semestinya memungkinkan ilmuwan untuk lebih menginterpretasikan sejarah evolusi manusia, kata Robert D. Martin, kurator antropologi biologi di Museum Field, dan juga seorang rekan-penulis studi yang muncul dalam jurnal Systematic Biology.
Bekerja sama dengan matematikawan, antropolog dan ahli biologi molekular, Martin telah lama berupaya mengintegrasikan informasi evolusioner yang berasal dari bahan genetik pada berbagai spesies dalam catatan fosil untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap.
Membandingkan DNA di antara hewan yang terkait dapat memberi gambaran yang jelas tentang bagaimana gen bersama mereka berevolusi dari waktu ke waktu, sehingga menghasilkan spesies baru dan terpisah, kata Martin. Namun informasi molekuler tidak menghasilkan jadwal yang menunjukkan saat ketika terjadi penyimpangan genetik.
Bukti fosil merupakan satu-satunya sumber langsung informasi tentang spesies punah dan evolusi mereka, kata Martin beserta rekan-rekannya, namun kesenjangan yang besar dalam catatan fosil dapat membuat informasi tersebut sulit diinterpretasikan. Untuk suatu generasi, paleontologis telah memperkirakan asal-usul manusia pada 5-6 juta tahun yang lalu.
Tetapi perkiraan tersebut bersandar pada catatan fosil yang tipis. Dengan melihat semua spesies primata masa sekarang, semua fosil primata yang diketahui dan dengan menggunakan bukti DNA, model komputer menunjukkan jadwal evolusi yang lebih panjang lagi. Analisis baru yang dideskripsikan dalam makalah Systematic Biology ini memperhitungkan kesenjangan catatan fosil dan mengisi kesenjangan tersebut secara statistik.
Teknik pemodelan tersebut, yang secara luas digunakan dalam sains dan perdagangan, mempertimbangkan informasi lebih lanjut secara keseluruhan dibandingkan proses sebelumnya yang digunakan untuk mengestimasi sejarah evolusi hanya dengan menggunakan beberapa kali penanggalan fosil individu, kata Martin. Hal ini dapat memberikan para ilmuwan perspektif yang lebih luas untuk menafsirkan data.
Salah satu contohnya adalah fosil tengkorak yang ditemukan di Chad (Afrika Tengah) pada awal dekade ini. Fosil ini, bernama Sahelanthropus tchadensis dan dijuluki Toumai (dalam bahasa Goran lokal artinya “harapan hidup”), menarik minat besar karena banyak memiliki karakteristik manusia. Tapi konsensus tentang bagaimana mengelompokkan penemuan tersebut, sukar dipahami khususnya karena fosil itu berusia sekitar 7 juta tahun, jauh melampaui kerangka waktu yang diterima untuk evolusi manusia.
Berdasarkan perkiraan baru, Toumai jatuh pada periode setelah silsilah manusia terpisah dari simpanse, kata Martin.
Pendekatan baru untuk penanggalan sejarah evolusi ini didasarkan pada karya sebelumnya oleh Martin beserta rekan-rekannya. Pada tahun 2002, mereka menerbitkan sebuah makalah di Nature, berpendapat bahwa nenek moyang terakhir dari primata saat ini hidup sekitar 85 juta tahun yang lalu.
Ini artinya, selama 20 juta tahun sebelum dinosaurus punah, versi awal primata juga pernah hidup dan berevolusi. Hal ini menantang teori bahwa primata dan mamalia lainnya tidak benar-benar berkembang di planet ini sampai dinosaurus menghilang.
Setelah makalah tersebut dipublikasikan, Martin mengatakan bahwa dia sempat memperkirakan seseorang akan menerapkan teknik statistik baru untuk mempertanyakan evolusi manusia, tetapi ketika tak ada seorang pun yang melakukannya, “Kami memutuskan untuk melakukannya sendiri.”
Sumber:
http://www.faktailmiah.com/2010/11/06/model-statistik-terbaru-evolusi-manusia-3-juta-tahun-lebih-awal-dari-perkiraan-umum.html
No comments:
Post a Comment