Pagi ini aku bangun dengan sedikit berat. Mataku tak juga bisa terbuka.
Tubuhku terasa ngilu, entah kenapa. Padahal sepanjang kemarin aku tidak
melakukan aktifitas yang memberatkan. Seperti pagi pagi sebelumnya selama
seminggu ini di rumah, aku akan mengantarkan adikku sekolah di Tk satu-satunya
yang ada di desaku. Tempatnya tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu
jauh. Dua atau tiga menit cukup sampai kesana dengan motor matic-ku. Sejujurnya
aku sudah bosan dengan rutinitasku selama seminggu di kampung ini. aku jarang,
bahkan hamper tidak pernah bangun pagi dengan ceria dan tersenyum, wudhu dan
shalat malam di pagi buta. Mengurusi keperluanku sendiri kemudian beraktifitas
di luar rumah sampai sore hari. Di rumah, aku benar-benar pasif. Tidak ada yang
bisa ku kerjakan dengan sepenuh hati, kecuali hanya menonton tv. Benar kata
pakar pendidikan yang menganjurkan menjauhkan anak-anak dari layar televise,
karena tv seperti sihir yang membuat orang betah berjam-jam menontonnya. Dari satu
chanel ke chanel yang lain, dari satu program ke program yang lain. seolah
hidup ini tidak berarti, tidak bergairah untuk melakukan yang terbaik.
Kembali pada kondisi tubuhku pagi ini. aduh. Kalau di biarkan berbaring
di tempat tidur, akan terus menerus seperti ini. kulirik keadaan jalan di depan
rumahku dari jendela. Motor berlalu lalang mengantarkan pemiliknya di sawah,
suara traktor memecah kesunyian pagi, orang-orang bersiap berangkat menjemput
rizki ke tempat tujuannya masing-masing dan anak-anak mulai terlihat berjalan
menuju sekolahnya. Berpakaian rapi. Selamat pagi, desaku! Apa yang bisa ku
harapkan darimu? Atau apa yang kau harapkan dariku? Di Jogja, mungkin karirku
mulai merangkak, tinggal memberanikan diri untuk selangkah lebih maju, aku
yakin bisa sukses. Tapi di sini, aku benar-benar memulai semuanya dari nol.
Zero. Sepertinya, aku harus membuat rancangan baru untuk masa depanku, untuk
perjuanganku beberapa tahun ke depan. Aku masih ingin bisa bermanfaat untuk
orang lain. aku masih ingin mengejar cita-citaku menjadi seorang penulis.
Desaku, sambutlah aku! Jangan sampai keterbatasan membuatku mundur.
Berbicara tentang desaku. Aku semakin miris. Desaku tak lagi perawan. Aku
masih ingat, dulu saat aku kelas 3 SD, sekolah Madrasah dan mengaji di mushola,
buanyak sekali gadis-gadis berjilbab hilir mudik di desaku. Mereka
berbondong-bondong dating ke Madrasah dan mengaji di mushola-mushola yang ada
di setiap bloknya. Yang laki-laki, selalu membawa sarung kemana-mana dengan
kopiah yang melekat di kepalanya. Kemudian kami berebut hafalan kitab di
madrasah. Aku kangen sekali suasana itu. Dulu, pergaulan remaja amat sangat
terjaga. Tidak ada acara bonceng-boncengan naik motor, apalagi yang bergaya
‘ransel’. Kalaupun suka dengan seseorang biasanya hanya akan memberikan secari
kertas dengan tulisan ‘aku suka kamu’. Weleh. Lebay sekali ya. Tapi lucu dan
santun. Untuk bertemu rasanya sangat malu, jangankan pegang-pegangan, untuk
melihat saja sangat malu.
Ahhhh, indahnya suasana kecilku di kampung kecil ini. tapi kini, rasanya
seperti ada yang mencubitku saat mengetahui betapa berbedanya suasana dulu
dengan sekarang. Baru seminggu aku di rumah, sudah tersiar kabar tentang
anak-anak remaja yang masih belasan tahun mengalami MBA (Married by Accident).
Innalillahi wainna ilaihi rojiun…
“ Zi, tau nggak si D itu hamil loh. Katanya sih udah di buang tuh bayi.”
Aku
mengerjap-ngerjapkan mataku mendengar penuturan Anna, teman mainku waktu kecil.
Siang itu sengaja aku silaturahmi ke rumahnya.
“Bukannya dia masih kelas 1 SMA ya?
Kata bibiku, dia juga mau nikah bulan depan.”
“Iya, ya makanya cepet-cepet nikah.
Biar gak ketahuan kalo udah hamil duluan.”
Astagfirullah.
“Kamu gak usah kaget gitu zi.
Sekarang mah udah umum. Tuh liat tetanggaku, dia itu juga hamil duluan. Padahal
cowoknya masih punya istri di Arab Saudi.”
Hah?????!!!!!!
Aku melirik
seorang gadis cantik. Benar-benar cantik dengan pakaian terbuka. Sedang menyapu
halaman rumah yang tepat di samping rumah Anna. Sepertinya aku kenal gadis itu.
Rasanya waktu aku kelas 3 SD, dia masih TK. Sekarang? Ya Robbana banyak sekali
kejutan yang ku dapat seminggu ini….
“Kayaknya sekarang hamil di luar
nikahpun dianggap wajar ya Na. kok orang tuanya nggak nyekolahin mereka sih?”
tanyaku heran.
“Iya, sekarang udah di anggep wajar.
Katanya mereka ngelakuinnya juga di rumah cowoknya kok. Ya mau nyekolahin
gimana wong anaknnya nggak mau. Maunya kawin cepet-cepet. Takut gak laku.”
Hedeuuuuuh.
“Kamu coba liat aku zi, umurku
sekarang 19 tahun. Aku baru cerai 2 bulan sama suamiku. Pengen sekolah, sama
orang tua dilarang, katanya di suruh nikah atau jadi TKW ke Taiwan aja. Mau
gimana? Nggak kayak kamu yang enak banget bisa sekolah tinggi, bahkan sampai ke
Universitas.”
Degg! Benar
kata anni, aku harus bersyukur dengan keadaan baik yang ku alami.
“Memangnya udah di bicarakan
baik-baik sama orang tua, Na?” tanyaku mencoba bersimpati.
Ia
mengangguk. Aku tak ingin bertanya lebih lanjut lagi.
Sejak pembicaraanku dengan Ana, aku lebih membuka
mata melihat keadaan desaku tercinta.
Anna, di desaku banyak sekali janda-janda muda usia belia. Amat sangat
belia. Apalah daya, pendidikan kurang, ilmu agama yang minim, serta gempuran
media untuk menyemarakkan seks bebas membuat fikiran remaja desa hanya fokus
pada satu titik. Menikah atau hamil di luar nikah. Tak ada bekal pernikahan,
tak ada bekal materi, tak ada bekal ruhani, belum sempurnanya fikiran
kedewasaan membuat mereka bercerai dengan mudahnya. Bahkan pernikahan seperti
layaknya pacaran, cerai dengan si A besok nikah sama si B, cerai sama si B
besok nikah sama si C. Miris.
Ternyata
benar kata Kemarin saudaraku menikah, rumahnya di tengah-tengah desa ini.
sampai hari pernikahan, aku tidak juga melihat si pengantin. Dan saat acara
‘gambusan’ di mulai. Aku melihat sipengantin perempuan, Masya Allah. Masih
belia sekali, ku taksir usianya kalau tidak lima belas tahun, berarti enam
belas tahun. Allahu robbi…….
Aku sedih
mengetahui hal ini. apa yang harus ku lakukan untuk desaku? Sedangkan aku masih
berpusat pada kepentingan pribadiku sendiri.
Author : Zias G Farrezma
1 comment:
Mungkin kamu bisa mangasih contoh terlebih dahulu kemeraka karena 1 teladan lebih baik dari 1000 ucapan,, mbak
Post a Comment